Translate

Kamis, 14 Februari 2019

Dunia politik..
Banyaknya partai di negera ini tak menunjukkan kualitas luar biasa para kadernya..
Adu argumen gagasan kerap terjadi begitu dasyatnya tanpa realisasi yang murni
Faktanya..
Belum juga merealisasinya janji" yang telah dilontarkan saat menjadi calon kadidat..
Setelah terpilih, malah terbuai dengan tawaran-tawaran dunia politik yang lebih tinggi..
Aneh...
Pedoman apa yang dipakai hingga begitu mudahnya meninggalkan tanggungjawabnya demi ambisi kenaikan jabatan..
Dengan alasan ingin memakmurkan seluruh rakyat indonesia..
Bagaimana bisa memakmurkan negera..??
Tugas daerah saja begitu mudahnya kau tinggalkan setelah rakyat memberi kepercayaan malah kau campakkan.
Begitulah segelumit dunia politik kita....
Adakah para wakil rakyat yang mampu menyuarakan untuk dibuatkannya aturan tentang..?
Dilarang mencalonkan diri pada saat masih memiliki tanggungjawab dijabatan lainnya sebagai seorng pemimpin.

Makalah Pemikiran ekonomi islam abu ubaid

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
       Pemikiran Ekonomi Islam muncul sejak zaman Rasulullah Saw, dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan kehidupan bermasyarakat, setelah itu digantikan oleh penerusnya yaitu khaulafaurasyidin serta khalifah lainnya dalam menata ekonomi negara. Sistem ekonomi Islam terbentuk secara berkala dan berdasarkan paradigma Islam. Para cendekiawan muslim telah memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi Islam.
      Permasalahannya adalah bagaimana ditemukan kembali jejak-jejak pemikiran munculnya konsep ekonomi Islam secara teoritis dalam bentuk rumusan yang mampu diaplikasikan sebagai pedoman tindakan yang berujung pada rambu halal-haram atau berprinsip syariat Islam. Kelangkaan tentang kajian pemikiran ekonomi dalam Islam sangat tidak menguntungkan karena, sepanjang sejarah Islam para pemikir dan pemimpin muslim sudah mengembangkan berbagai gagasan ekonominya dengan sedemikian rupa, sehingga terkondisikan mereka dianggap sebagai para pencetus ekonomi Islam sesungguhnya. Dalam makalah ini akan dipaparkan pemikir ekonomi pada masa klasik dengan tokoh Abu Ubaid (150-224 H).
Rumusan Masalah
Bagaimana biografi Abu Ubaid…?
Bagaimana latar belakang kehidupan Abu Ubaid…?
Bagaimana isi format dari karya Abu Ubaid…?
Bagimana pandangan ekonomi Abu Ubaid…?
Tujuan
Mengetahui biografi dan latar belakang kehidupan Abu Ubaid.
Mengetahui pandangan ekonomi Abu Ubaid.
Mengetahui isi karya Abu Ubaid.


BAB II
PEMBAHASAN
Riwayat Hidup Abu Ubaid

Abu Ubaid yang dikenal sebagai bapak ekonomi Islam pertama. Nama lengkapnya adalah Al-Qasim bin Sallam bin Miskin bin Zaid Al-Harawi Al-Azadi Al-Baghdadi. Ia dilahirkan pada tahun 150 H dikota Harrah, Khurasan, sebelah barat laut Afghanista. Setelah memperoleh ilmu yang memadai dikota kelahirannya karena berkembangnya madzhab Hanafi, dan pada usia 20 tahun, Abu Ubaid pergi untuk menuntut ilmu ke berbagai kota, seperti Kufah, Basrah, dan Baghdad. Ilmu-ilmu yang dipelajarinya, antara lain mencangkup ilmu tata bahasa Arab, qiraat, tafsir, hadis, dan fiqh. Pada tahun192 H, Tsabit ibn Nasr ibn Malik, Gubernur Thugur pada masa pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid, mengangkat Abu Ubaid sebagai qadhi (hakim) di Tarsus hingga tahun 210 H. Setelah itu, penulis kitab Al-Amwah ini tinggal di baghdad selama10 tahun. Pada Tahun 219 H, setelah berhaji, ia menetap di mekkah sampai wafatnya. Ia meninggal pada tahun 224 H.
Abu Ubaid merupakan seorang ahli hadits (muhaddits) dan ahli fiqh (fuqaha) terkemuka pada masa hidupnya. Selama menjabat qadhi di Rarsus, ia sering menangani berbagai kasus pertanaman dan perpajakan serta menyelesaikan dengan sangat baik. Alih bahasa yang dilakukannya terhadap kata-kata dari bahasa Pasri ke bahasa Arab juga menunjukkan bahwa Abu Ubaid sedikit banyak menguasai bahasa tersebut.
Karena sering terjadi pengutipan kata-kata Amr dalam KitabAl-Al-Amwal, tampaknya, pemikiran-pemikiran Abu Ubaid dipengaruhi oleh Abu Amr Abdurrahman ibn Amr Al-Awzai, serta ulama-ulama Suriah lainnya sesama ia menjadi qadhi di Tarsus. Kemungkinan ini, antara lain, dapat ditelusuri dari pengamatan yang dilakukan Abu Ubaid terhadap  permasalahan militer, politik, dan fiskal yang dihadapi pemerintah daerah Tarsus.
Berbeda halnya dengan Abu Yusuf, Abu Ubaid tidak menyinggung tentang masalah kelemahan sistem pemerintahan serta pemerintahan serta penanggulannya. Sekalipun demikian, Kitab Al-Amwal dapat dikatakan lebih kaya dari pada Kitab Al-Kharaj dalam hal kelengkapan hadits dan pendapat para sahabat, tabiit, dan tabiin. Dalam hal ini, fokus perhatian Abu Ubaid tampaknya lebih tertuju pada permasalahan yang berkaitan dengan standar etika politik suatu pemerintahan dari pada teknik efisiensi pengelolaannya.

Latar Belakang Kehidupan dan Corak Pemikiran Abu Ubaid.
       Abu Ubaid merupakan seorang ahli hadis dan ahli fiqih terkemuka di masa hidupnya. Selama menjabat qadi di Tarsus, ia sering menangani beberapa kasus pertanahan dan perpajakan serta menyelesaikannya dengan sangat baik. Alih bahasa yang dilakukannya terhadap kata-kata dari bahasa Parsi ke bahasa arab juga menunjukkan bahwa Abu Ubaid sedikit banyak menguasai nahasa tersebut.
     Karena sering terjadi pengutipan kata-kata Amr dalam kitab Al-Amwal, tampakknya, pemikiran-pemikiran Abu Ubaid dipengaruhi oleh Abu Amr Abdurrahman ibn Amr Al-AwzaI seta ulama-ulama Suriah lainnya semasa ia menjadi qadi di Tarsus. Kemungkinan ini, antara lain, dapat ditelusuri dari pengamatan yang dilakukan Abu Ubaid terhadap permasalahan militer, politik dan fiscal yang dihadapi pemerintah daerah Tarsus.
Berbeda halnya dengan Abu Yusuf, Abu Ubaid tidak menyinggung tentang masalah kelemahan sistem pemerintah serta penanggulangannya. Namu demikian, Kitab al-Amwal dapat dikatakan lebih kaya dari pada Kitab al-Kharaj dalam hal kelengkapan hadis dan pendapat para sahabat, tabiin san tabiit tabiin. Dalam hal ini, fokus perhatian Abu Ubaid tampaknya lebih tertuju pada permasalahan yang berkaitan dengan standar etika politik suatu pemerintah daripada teknik efisiensi pengelolaannya. Sebagai contoh, Abu Ubaid, lebih tertarik membahas masalah keadilan redistributive dari sisi “apa” daripada “bagaimana”.
     Filosofi yang dikembangkan Abu Ubaid bukan merupakan jawaban terhadap berbagai permasalahan social, politik dan ekonomi yang diimpementasikan melalui kebijakan-kebijakan praktis, tetapi hanya merupakan sebuah pendekatan yang bersifat professional dan teknokrat yang bersandar pada kemampuan teknis. Dengan demikian, tanpa menyimpang dari prinsip keadilan dan masyarakat beradab, pandangan-pandangan Abu Ubaid mengedepankan dominasi intelektualitas islami yang berakar dari pendekatannya yang bersifat holistic dan teologis terhadap kehidupan manusia di dunia dan akhirat, baik yang bersifat individual maupun sosial.
     Berdasarkan hal tersebut, Abu Ubaid berhasil mejadi seorang cendekiawan muslim terkemuka pada awal abad ketiga yang menetapkan revitalisasi sistem perekonomian berdasarkan Al-Quran dan Hadis melalui reformasi dasar-dasar kebijakan keuangan dan institusinya. Dengan kata lain, umpan balik dari teori sosio-politik ekonomi islami, yang berakar dari ajaran Al-quran dan Hadis, mendapatkan tempat yang eksekusif serta diekspresikan dengan kuat dalam pola pemikiran Abu Ubaid. Berkat pengetahuan dan wawasannya yang begitu luas dalam berbagai bidang ilmu, beberapa ulama Syafiiyah dan Hanabilah mengklaim bahwa Abu Ubaid berasal dari mazhab mereka, walaupun fakta-fakta menunjukkan bahwa Abu Ubaid adalah seorang fuqaha yang independen. Dalam kitab Al-Amwal, Abu Ubaid tidak sekalipun menyebut nama Abdullah Muhammad Ibn Idris Al-Syafii maupun nama Ahmad ibn Hambal. Sebaliknya, Abu Ubaid sering kali mengutip pandangan Malik ibn Anas, salah seorang gurunya yang juga guru Al-Syafii. Disamping itu, dia juga mengutip beberapa ijtihad Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad ibn Al-Hasan Al-Syaibani, tetapi hampir seluruh pendapat mereka ditolaknya. Disisi lain, Abu Ubaid pernah dituduh oleh Husain Ibn Ali Al-Karabisi sebagai seorang plagiator terhadap karya-karya Al-Syafii, termasuk dalam hal penulisan kitab  Al-Amwal. Namun demikian, kebenaran hal ini sangat sulit untuk dibuktikan mengingat Abu Ubaid dan Al-SyafiI   ( Termasuk Ahmad Ibn Hambal )pernah belajar dari ulama yang sama, bahkan mereka saling belajar satu sama lainnya. Dengan demikian, tidak mengejutkan jika terdapat kesamaan dalam pandangan-pandangan antara kedua tokoh besar tersebut, sekalipun terkadang Abu ubaid mengambil posisi yang berseberangan dengan Al-SyafiI dengan tanpa menyebut nama.

  Isi, Format dan Metodologi Kitab al-Amwal.
Secara literal al-Amwal (tunggal, mal) berarti kekayaan atau keuangan. Dari catatan sejarah kita melihat sekurang-kurangnya enam buku telah disusun dengan judul al-Amwal. Dari enam buku ini, hanya tiga yang telah dipublikasikan hingga saat ini. Kitab al-Amwal merupakan karya yang sangat sistematis dan komprehensif tentang masalah keuangan publik. Abu Uabid mendasarkan bukunya pada ayat-ayat Al-quran, sunnah Nabi, praktik para khalifah yang salih dan menyelidiki berbagai penafsiran. Buku ini merupakan kumpulan pendapat tentang masalah keuangan dan pengelolaan keuangan negara dalam konteks historis dan fiqih. Dalam buku ini juga memaparkan 2000 ucapan tentang masalah-masalah keuangan. Kitab al-Amwal dibagi menjadi beberapa bagian dan bab. Pada bab pendahuluan, Abu Ubaid membahas hak dan kewajiban pemerintah terhadap rakyatnya serta hak dan kewajiban rakyat terhadap pemerintahnya. Pada bab selanjutnya kitab ini menguraikan berbagai jenis pemasukan negara yang dipercayakan kepada penguasa atas nama rakyat serta berbagai landasan hukumnya dalam Al-quran dan sunnah. Dalam bab ini Abu Ubaid memberikan prioritas pada pendapatan negara yang menjadi hak Rasulullah seperti fai, bagian khums dan safi, serta pengalokasiannya di masa Rasulullah maupun setelahnya. Pada bagian-bagian berikutnya ketiga hal tersebut menjadi kerangka dasar pemikiran dalam kitab ini tentang 3 sumber utama penerimaan negara, yakni : fai, khums dan sodaqoh.
Tiga bagian pertama dari kitab al-Amwal meliputi beberapa bab yang membahas penerimaan fai. Walaupun menurut Abu Ubaid fai mencakup pendapatan negara yang berasal dari jizyah, kharaj dan usr, tetapi usr dibahas dalam bab sedekah. Sebaliknya ghanimah dan fidyah yang tidak termasuk dalam definisi tersebut dibahas bersama dengan fai. Pada bagian keempat berisi pembahahasan tentang pertanahan, administrasi, hukum internasional dan hukum perang. Pada bagian kelima membahas tentang distribusi fai dan pada bagian keenam membahas tentang iqta, ihya al-mawat dan hima dua bagian terakhir ini masing-masing didedikasikan untuk membahaskhums dan sedekah.
Dari hasil penelaahan tersebut, tampak bahwa kitab al-Amwal secara khusus memfokuskan perhatiannya pada masalah keuangan publik (public finance). Sekalipun mayoritas materi yang ada di dalamnya membahas tentang administrasi pemerintahan secara umum. Kitab al-Amwal menekankan beberapa isu mengenai perpajakan dan hukum pertanahan serta hukum administrasi dan hukum internasional. Pada masa Abu Ubaid pertanian dipandang sebagai sektor usaha yang baik dan utama karena menyediakan kebutuhan dasar, makanan dan juga merupakan sumber pendapatan negara. Oleh karena itu, Abu Ubaid mengarahkan sasarannya pada legitimasi sosio-politik-ekonomi yang stabil dan adil. Abu Ubaid dianggap sebagai seorang mujtahid yang independen karena kehandalannya dalam melakukan istimbath hukum dari Al-quran dan hadis, sehingga dapat menghasilkan suatu karya yang sistematis tentang kaidah-kaidah keuangan (financial maxims), terutama yang berkaitan dengan perpajakan. Dalam mengkaji sebuah permasalahan yang memerlukan ketentuan hukum, Abu Ubaid selalu mempertimbangkan maqasid syariah dengan menempatkan manfaat bagi publik (al-maslahah al ammah) sebagai penentu akhir.
 Pandangan Ekonomi Abu Ubaid
Filosofi Hukum dari Sisi Ekonomi
          Jika isi kitab Al-Amwal dievaluasi dari sisi filosofi hukum akan tampak bahwa Abu Ubaid menekankan keadilan sebagai prinsip utama. Bagi Abu Ubaid, pengimplementasian prinsip-prinsip ini akan membawa kepada kesejahteraan ekonomi dan keselarasan sosial. Pada dasarnya, Abu Ubaid memiliki pendekatan yang berimbang terhadap hak-hak individu, publik, dan Negara; jika kepentingan individu berbenturan dengan kepentingan publik ia akan berpihak pada kepentingan publik. Tulisan-tulisan Abu Ubaid yang lahir pada masa keemasan dinasti Abbasiyah menitikberatkan pada berbagai persoalan yang berkaitan dengan hak khalifah dalam mengambil suatu kebijakan atau wewenang dalam memutuskan suatu perkara selama tidak bertentangan dengan ajaran  islam dan kepentingan kaum muslimin. Berdasarkan hal ini, Abu Ubaid menyatakan bahwa zakat tabungan dapat diberikan kepada Negara ataupun langsung kepada pada penerimanya, sedangkan zakat komoditas harus diberikan kepada pemerintah dan, jika tidak, maka kewajiban agama di asumsikan tidak ditunaikan. Disamping itu, Abu Ubaid mengakui otoritas penguasa dalam pemutusan, demi kepentingan publik, apakah akan membagikan tanah taklukan kepada para penakluk atau membiarkan kepemilikannya tetap pada penduduk setempat. Lebih jauh, detelah mengungkap alokasi khums, ia menyatakan bahwa seorang penguasa yang adil dapat memperluas berbagai batasan yang telah ditentukan apabila kepentingan publik sangat mendesak.
              Di sisi lain, Abu Ubaid juga menekankan bahwa perbendaharaan Negara tidak boleh disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh penguasa untuk kepentingan pribadinya. Dengan kata lain, perbendaharaan Negara harus digunakan untuk kepentingan publik. Ketika membahas tentang tarif atau persentase untuk kharaj dan jizyah, ia menyinggung tentang pentingnya keseimbangan antara kekuatan financial penduduk non muslim yang dalam terminologi finansial modern disebut sebagai capacity to pay dengan kepentingan dari golongan muslim yang berhak menerimanya. Kaum muslimin dilarang menarik pajak terhadap tanah penduduk non muslim melebihi apa yang diperbolehkan dalam perjanjian perdamaian.
           Abu Ubaid juga menyatakan  bahwa tarif pajak kontraktual tidak dapat dinaikkan, bahkan dapat diturunkan apabila terjadi ketidakmampuan membayar. Lebih jauh, ia menyatakan bahkan jika seorang penduduk non-muslim tersebut mengajukan permohonan bebas hutang dan dibenarkan oleh saksi muslim, barang pedagangan penduduk non-muslim tersebut yang setara dengan jumlah utang yang dibebaskan dari bea cukai. Di samping itu, Abu Ubaid menekankan kepadam di satu sisi, petugas pengumpul kharaj, jizyah, ushurm atau zakat untuk tidak menyiksa masyarakat dan di lain sisi, masyarakat agar memenuhi kewajiban finansialnya secara teratur dan sepantasnya. Dengan perkataan lain, Abu Ubaid berupaya untuk menghentikan terjadinya diskriminasiatau favoritismem penindasan dalam perpajakan serta upaya menghindari pajak. Pandangan Abu Ubaid yang tidak merujuk pada tingkat kharaj yang diterapkan oleh Khalifah Umar ataupun pengamatannya terhadap permasalahan yang timbul dari kebijakan peningkatan dan penurunan tingkat kharaj berdasarkan situasi dan kondisi, menunjukkan bahwa Abu Ubaid mengadopsi kaidah fiqih “Ia yunkaru taghayyiru al-fatwa bi taghayyuril azminati” ( keberagaman aturan dan hukum karena perbedaan waktu atau periode tidak dapat dielakkan ). Namun demikian, baginya, keberagaman tersebut hanya sah apabila aturan atau hukum tersebut diputuskan melalui suatu ijtihad.
Dikotomi Badui- Urban
         Pembahasan mengenai dikotomi badui-urban dilakukan Abu Ubaid ketika menyoroti alokasi pendapatan fai. Abu Ubaid menegaskan bahwa, bertentangan dengan kaum badui, kaum urban ( Perkotaan ):
Ikut serta dalam keberlangsungan Negara dengan berbagi kewajiban administratif dari semua kaum muslimin.
Memelihara dan memperkuat pertahanan sipil melalui mobilisasi jiwa dan harta mereka.
Menggalakkan pendidikan melalui proses belajar mengajar al-quran dan sunnah serta penyebaran keunggulannya.
Memberikan konstribusi terhadap keselarasan social melalui pembelajaran dan penerapan hudud.
Memberikan contoh universalisme islam dengan shalat berjamaah.
        Singkatnya, di samping keadilan, Abu Ubaid membangun suatu Negara islam berdasarkan administrasi, pertahanan, pendidikan, hukum, dan kasih saying. Karakteristik tersebut di atas hanya diberikan oleh Allah swt kepada kaum urban. Kaum badui yang tidak memberikan kontribusi sebesar yang telah dilakukan kaum urban, tidak bisa memperoleh manfaat pendapatan fai sebanyak kaum urban. Dalam hal ini, kaum badui tidak berhak menerima tunjangan dan provisi dari Negara. Mereka memiliki hak klaim sementara terhadap penerimaan fai hanya pada saat terjadi tiga kondisi kritis, yakni ketika terjadi invasi musuh, kemarau panjang dan kerusuhan sipil. Abu Ubaid memperluas cakupan kaum badui dengan memasukkan golongan masyarakat pegunungan dan pedesaan.
            Disisi lain, ia memberikan kepada anak perkotaan hak yang sama dengan orang dewasa terhadap tunjangan walaupun kecil, yang berasal dari pendapatan fai. Pemberian hak ini dilakukan mengingat anak-anak tersebut merupakan penyumbang potensial terhadap kewajiban publik terkait. Lebih lanjut, Abu Ubaid mengakui adanya hak dari para budak perkotaan terhadap jatah, yang bukan untuk tunjangan. Dari semua ini, terlihat bahwa Abu Ubaid membedakan antara gaya hidup kaum badui dengan kultur menetap kaum urban dan membangun fondasi masyarakat muslim berdasarkan martabat kaum urban, solidaritas serta kerja sama merasakan komitmen dan kohesi social beriorentasi urban vertikal dan horizontal, sebagai unsure esensial dari stabilitas sosio-politik dan makroekonomi. Mekanisme yang di sebut di atas, meminjam banyak dari universalisme islam, membuat kultur perkotaan lebih unggul dan dominan disbanding kehidupan nomaden. Dari uraian di atas, tampak bahwa Abu Ubaid selalu memelihara dan menjaga keseimbangan antara hak dengan kewajiban masyarakat.
Kepemilikan dalam Konteks Kebijakan Perbaikan Pertanian
          Abu Ubaid mengakui adanya kepemilikan pribadi dan kepemilikan publik. Dalam hal kepemilikan, pemikiran Abu Ubaid yang khas adalah mengenai hubungan antara kepemilikan dengan kebijakan perbaikan pertanian. Secara implicit Abu Ubaid mengemukakan bahwa kebijakan pemerintah, seperti iqta tanah gurun dan deklarasi resmi terhadap kepemilikan individual atas tanah tandus yang disuburkan, sebagai insentif untuk meningkatkan produksi pertanian. Oleh karena itu, tanah yang diberikan dengan persyaratan untuk diolah dan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak, jika dibiarkan menganggur selama tiga tahun berturut-turut, akan didenda dan kemudian dialihkan kepemilikannya oleh penguasa.
          Bahkan tanah gurun yang termasuk dalam hima pribadi dengan maksud untuk direklamasi, jika tidak ditanami dalam periode yang sama, dapat ditempati oleh orang lain melalui proses yang sama. Pemulihan yang sebenarnya adalah pada saat tanah tersebut ditanami setelah diberi pengairan, jika tandus, atau menjadi kering, atau rawa-rawa. Adalah tidak cukup untuk memiliki sepetak tanah mati dan apa yang terkandung didalamnya dengan hanya menggali sebuah sumur atau saluran. Setelah itu, jika tidak diberdayakan atau ditanami selama tiga tahun berturut-turut, hanya harim dari sumber air tersebut yang dapat dimiliki sedangkan yang lainnya menjadi terbuka untuk direklamasi dan selanjutnya ditempati orang lain.
            Dalam pandangan Abu Ubaid, sember daya publik, seperti air, padang rumput, dan api tidak boleh dimaonopoli seperti hima (tanam pribadi). Seluruh sumber daya ini hanya dapat dimasukkan ke dalam kepemilikan Negara yang akan digunakan untuk kebutuhan masyarakat.
Pertimbangan Kebutuhan
          Abu Ubaid sangat menentang pendapat yang menyatakan bahwa pembagian harta zakat harus dilakukan secara merata diantara delapan kelompok penerima zakat dan cenderung menentukan suatu batas tertinggi terhadap bagian perorangan. Bagi Abu Ubaid, yang paling penting adalah memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar, seberapapun besarnya, serta bagaimana menyelamatkan orang-orang dari bahaya kelaparan. Namun, pada saat yang bersamaan, Abu Ubaid tidak memberikan hak penerimaan zakat kepada orang-orang yang memiliki 40 dirham atau harta lainnnya yang setara, disamping baju, pakaian, rumah dan pelayan yang dianggapnya sebagai suatu kebutuhan standar hidup minimum. Di sisi lain, biasanya Abu Ubaid menganggap bahwa seseorang yang memiliki 200 dirham, yakni jumlah minimum yang terkena wajib zakat, sebagai “orang kaya” sehingga mengenakan wajib pajak kepada orang tersebut. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan Abu Ubaid ini mengindikasikan adanya tiga kelompok sosio-ekonomi yang terkait dengan status zakat, yaitu:
Kalangan kaya yang terkena wajib zakat
Kalangan menengah yang tidak terkenak wajib zakat, tetapi juga tidak berhak                  menerima zakat
Kalangan penerima zakat
            Berkaitan dengan distribusi kekayaan melalui zakat, secara umum, Abu Ubaid mengadopsi prinsip “Bagi setiap orang adalah menurut kebutuhannya masing-masing”(li kulli wahidin hasba hajatihi). Lebih jauh, ketika membahas kebijakan penguasa dalam hal jumlah zakat atau pajak yang diberikan kepada para pengumpulnya (amil). Pada prinsipnya, ia lebih cenderung pada prinsip bagi setiap orang adalah sesui dengan haknya.
Fungsi Uang
           Pada prinsipnya, Abu Ubaid mengakui adanya dua fungsi uang, yakni sebagai standar nilai pertukaran (standard of exchange value) dan media pertukaran (medium of exchange). Dalam hal ini ia menyatakan:
“Adalah hal yang tidak diragukan lagi bahwa emas dan perak tidak layaj untuk apapun kecuali keduanya menjadi harga dari barang dan jasa. Keuntungan yang paling tinggi yang dapat diperoleh dari kedua benda ini adalah penggunaannya untuk membeli sesuatu (infaq)”.
            Pernyataan Abu Ubaid tersebut menunjukkan bahwa ia mendukung teori konvensional mengenai uang logam, walaupun sama sekali tidak menjelaskan mengapa emas dan perak tidak layak untuk apa pun kecuali keduanya menjadi harga dari barang dan jasa. Tampaknya, Abu Ubaid merujuk pada kegunaan umum dan relatif konstannya nilai dari kedua benda tersebut dibandingkan dengan komoditas yang lainnya. Jika kedua benda tersebut juga digunakan sebagai komoditas, nilai dari keduanya akan dapat berubah-ubah pula karena dalam hal tersebut keduanya akan memainkan dua peran yang berbeda, yakni sebagai barang  yang harus dinilai atau sebagai standar penilaian dari barang-barang lainnya. Di samping itu, sekalipun tidak menyebutkan secara jelas, Abu Ubaid secara implicit mengakui tentang adanya fungsi uang sebagai menyimpan nilai ketika membahas jumlah tabungan minimum tahunan yang wajib terkena zakat.
           Salah satu cirri khas Kitab al-Amwal di antara kitab-kitab lain yang membahas tentang keuangan publik adalah pembahasan tentang timbangan dan ukuran, yang biasa digunakan dalam menghitung beberapa kewajiban agama yang berkaitan dengan harta atau benda, dalam satu bab khusus. Di dalam bab ini, Abu Ubaid juga menceritakan tentang usaha khalifah Abdul Al-Malik ibn Marwan dalam melakukan standarisasi dari berbagai jenis mata uang yang ada di dalam sirkulasi.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa nama lengkap Abu Ubaid adalah Al-Qasim bin Sallam bin Miskin bin Zaid Al-Harawi Al-Azadi Al-Baghdadi. Ia dilahirkan pada tahun 150 H dikota Harrah, Khurasan, sebelah barat laut Afghanista. Abu Ubaid merupakan seorang ahli hadis dan ahli fiqih terkemuka di masa hidupnya. Selama menjabat qadi di Tarsus, ia sering menangani beberapa kasus pertanahan dan perpajakan serta menyelesaikannya dengan sangat baik. Kitab al-Amwal merupakan karya yang sangat sistematis dan komprehensif tentang masalah keuangan publik. Abu Uabid mendasarkan bukunya pada ayat-ayat Al-quran, sunnah Nabi, praktik para khalifah yang salih dan menyelidiki berbagai penafsiran. Pemikiran Abu Ubaid antara lain tentang filosofi hukum dari sisi ekonomi, dokotumi badui (masyarakat tradisional atau desa) ke urban (masyarakat kota),  kepemilikan dalam konteks kebijakan perbaikan pertanian, pertimbangan kebutuhan, dan fungsi uang.

 Saran

     Dengan adanya makalah ini kami berharap para pembaca lebih mengetahui dan memahami bagaimana ekonomi islam yang benar dan setelah kita mengetahui alangkah baiknya mengimplementasikan ekonomi islam itu dalam kehidupan sehari-hari. Semoga makalah ini memberikan suatu wawasamn baru tentang pemikiran ekononomi islam untuk para mahasiswa







Daftar Pustaka
Adiwarman, A. Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. 2014. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Abdullah, H.Boedi. Peradapan Pemikiran Ekonomi Islam. 2010. Jakarta: Cv. Pustaka Setia.

Makalah teori Permintaan islam

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pada kajian ekonomi mikro, pada dasarnya harga dan permintaan (demand) maupun penawaran (supply) bergantung pada individu dalam suatu perekonomian. Permintaan yang berarti dari pihak konsumen dan penawaran dari pihak produsen. Kedua hal ini adalah pokok dalam suatu permasalahan ekonomi, karena dua hal tersebut yang membuat perekonomian pasar bekerja. Oleh karena itu sebelum melihat apakah kebijakan atau peristiwa mampu mempengaruhi perekonomian kita harus lebih dulu melihat pengaruhnya kepada permintaan dan penawaran.
Pandangan ekonomi islam mengenai permintaan, penawaran dan mekanisme pasar ini relatif sama dengan ekonomi konvensional, namun terdapat batasan-batasan dari individu untuk berperilaku ekonomi yang sesuai dengan aturan syariah. Dalam ekonomi islam, norma dan moral “islami” yang merupakan prinsip islam dalam ber-ekonomi, merupakan faktor yang menentukan suatu individu maupun masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya sehingga teori ekonomi yang terjadi menjadi berbeda dengan teori pada ekonomi konvensional
Untuk menjadi seorang ekonom muslim yang mampu mempertimbangkan pengaruh dari banyak faktor pada perekonomian termasuk permintaan diperlukan wawasan mengenai hal-hal tentang teori permintaan islami maupun konvensional. Untuk itulah kami memaparkan beberapa hal yang harus diketahui. Juga untuk memenuhi tugas studi ekonomi mikro islam.

Rumusan Masalah
Apa pengertian permintaan..?
Bagaimana hukum permintaan..?
Bagaimana teori permintaan islam..?
Bagaimana gambaran kurva permintaan islam..?
Tujuan
Memahami tentang permintaan.
Mengetahui gambaran kurva permintaan.
Mengaplikasikan tentang permintaan dalam dunia nyata.

BAB II
PEMBAHASAN
Pengartian Permintaan.

       Dalam ekonomi mikro, yang dimaksud permintaan adalah permintaan terhadap suatu barang dan jasa yang diinginkan untuk dibeli atau dimiliki pada berbagai tingkat harga yang berlaku di pasar dan waktu tertentu.
Permintaan seorang terhadap suatu barang ditentukan oleh banyak faktor antara lain adalah:
Harga barang itu  sendiri dan harga substitusi, misalnya gula dan kopi. Bila permintaan terhadap kopi meningkat, permintaan terhadap gula juga meningkat. Begitu juga sebaliknya.
Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat. Perubahan pendapatan selalu menimbulkan perubahan terhadap permintaan terhadap berbagai jenis barang. Bila pendapatan masyarakat meningkat, permintaan terhadap suatu barang juga meningkat.
Corak distribusi pendapatan dan cita rasa masyarakat. Perubahan citarasa masyarakat akan mengubah permintaan terhadap suatu barang.
Jumlah penduduk. Bertambah jumlah penduduk akan menambah permintaan berbagai barang.
Ramalan mengenai keadaan masa yang akan datang. Ramalan terhadap kenaikan harga yang akan terjadi pada masa yang akan datang akan mendorong konsumen untuk membeli suatu barang lebih banyak pada masa kini.
Maslahah
Maslahah merupakan tujuan utama dalam mengkonsumsi barang, sebab maksimasi maslahah merupakan cara untuk mencapai falah. Pengaruh maslahah terhadap permintaan tidak bisa dijelaskan secara sederhana, sebagaimana pengaruh faktor-faktor lainnya, sebab ia akan tergantung pada tingkat keimanan. Jika mereka melihat barang dengan kandungan berkah yang tinggi, cateris paribus, maka mereka akan meninggalkan barang dengan kandungan berkah yang rendah dan menggantinya dengan barang dengan kandungan berkahnya lebih tinggi. Dengan demikian, jika maslahah relatif turun, cateris paribus, maka jumlah barang yang diminta akan turun juga, begitu juga sebaliknya.
Contoh 1:
Permintaan dapat dibagi menjadi 2 macam:
Permintaan absolute (absolute demand) adalah seluruh permintaan terhadapa barang dan jasa baik yang bertenaga beli/berkemampuan membeli maupun yang tidak bertenaga beli.
Permintaan efektif (effective demand) adalah permintaan terhadapa barang dan jasa yang disertai kemampuan membeli.
Hukum Permintaan
Hukum permintaan tidak berlaku muktlak, tetapi bersifat tidak mutlak dan dalam keadaan ceteris paribus (faktor-faktor lain yang dianggap tetap). Hukum permintaan “Apabila harga mengalami penurunan, maka jumlah permintaan akan naik/bertambah, dan sebaliknya apabila harga mengalami kenaikan, maka jumlah permintaan akan turun/berkurang”. Hukum permintaan berbanding terbalik dengan harga. Sesuai hukum permintaan, apabila harga suatu barang semakin meningkat, maka jumlah barang yang diminta semakin menurun, demikian sebaliknya. Jika jumlah barang yang dibeli tergantung pada berbagai kemungkinan tingkat harga, maka disebut “permintaan harga”, jika jumlah barang yang dibeli tergantung pada berbagai kemungkinan tingkat pendapatan maka disebut “permintaan pendapatan”, dan jika jumlah barang yang dibeli tergantung pada berbagai kemungkinan tingkat harga barang lain, maka disebut “permintaan silang”. Analisa ini berdasarkan asumsi ceteris paribus, yaitu keadaan lain dianggap tetap sehingga tidak ikut mempengaruhi besar kecilnya permintaan barang, seperti harga barang itu sendiri, harga barang lain yang berkaitana erat, pendapatan rumah tangga, pendapatan rata-rata masyarakat, corak distribusi pendapatan dalam masyarakat, jumlah penduduk dan ramalan keadaan di masa yang akan dating.
Contoh :
Jika harga kedaraan turun dari mahal ke murah, jumlah yang membeli semakin banyak dan sebaliknya jika harga kendaraan naik dari murah ke mahal, maka jumlah yang membeli semakin sedikit.
Hukum permintaan seperti disebutkan di atas mengatakan semakin tinggi harga suatu barang dengan menganggap faktor-faktor yang lain selain harga barang itu sendiri tidak berubah atau dianggap tetap, maka jumlah barang yang diminta konsumen semakin sedikit, dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian secara sederhana, jumlah barang yang diminta dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, ceteris paribus dapat dituliskan dalam fungsi sebagai berikut:
Qdx = f (Px) ceterisparibus
Qdx  Merupakan variable dependen (tidak bebas) karena besarnya akan ditentukan oleh variable lain (P x). sedangkan Px merupakan variable independen (bebas). Variabel ini nilainya tidak ditentukan oleh variabel lain.
Contoh:
Qdx= 120-10 Px ceteris paribus
Berdasarkan fungsi di atas dapat diperoleh informasi: Apabila harga per unit barang X (Px) sebesar Rp 10, jumlah barang X yang diminta (Qx) sebanyak 20 unit dan apabila harga X (Px) sebesar Rp 8, jumlah barang yang diminta (Qx) sebanyak 40 unit, dan seterusnya. Hubungan antara harga dan jumlah barang diminta disebut sebagai skedul permintaan. Lihat tabel berikut:
Kondisi
Harga (Rp per unit)
(Px)
Jumlah yang diminta
(unit per tahun) (Qx)

A
B
C
D
E
10
8
6
4
2
20
40
60
80
100









Dari skedul permintaan di atas dapat digambarkan kurva permintaan yang menunjukkan hubungan antara harga dan jumlah yang diminta. Sumbu tegak (ordinat) digunakan untuk menyatakan harga per unit barang X dan sumbu datar digunakan untuk menyatakan jumlah barang X yang diminta. Gambaran kurva permintaan dari fungsi : Qdx=120- 10 Px (gambar diatas) dapat diperoleh dengan menghubungkan titik kordinat. Selain itu, gambar kurva permintaan dapat diperoleh dengan menentukan intersep pada sumbu tegak dan intersep pada sumbu datar. Intersep sumbu tegak adalah titik potong kurva dengan sumbu tegak apabila Qx=0 dan intersep sumbu datar menjadi titik potong kurva dengan sumbu mendatar apabila Px=0. Fungsi permintaan: Qdx=120-10 Px memiliki intersep (0,12) dan (120,0). Dengan menghubungkan kedua intersep tersebut diperoleh kurva permintaan terhadap suatu barang (kurva Dx).
Fungsi permintaan menunjukkan hubungan antara berbagai tingkat harga dan jumlah barang yang diminta. Banyak sedikitnya jumlah barang tergantung pada tinggi rendahnya harga. Kombinasi harga dan jumlah barang tersebut dibuat dalam suatu daftar atau tabel permintaan. Dari tabel tersebut, dapat disusun sebuah kurva permintaan yang menunjukkan hubungan antara jumlah barang yang diminta sebagi variabel dependen digambarkan pada sumbu mendatar atau horizontal atau absis dan harga barang sebagai variabel independen digambarkan pada tegak atau vertikal atau ordinat.

 Teori Pemintaan Islam
Dalam ekonomi islam, setiap keputusan ekonomi seorang manusia tidak terlepas dari nilai-nilai moral dan agama karena setiap kegiatan senantiasa dihubungkan kepada syariat. Al- quran menyebut ekonomi dengan istilah iqtishad (penghematan, ekonomi), yang secara literal berarti pertengahan atau moderat. Seorang muslim diminta untuk mengambil sebuah sikap moderat dalam memperoleh dan mempergunakan sumber daya. Dia tidak boleh israf (boros, royal, berlebih- lebihan) tetapi juga dilarang pelit (bakhil).
Menurut Ibnu Taimiyyah, permintaan suatu barang adalah  hasrat terhadap sesuatu, yang digambarkan dengan istilah raghbah fil al-syai. Diartikan juga sebagai jumlah barang yang diminta. Secara garis besar, permintaan dalam ekonomi islam sama dengan ekonomi konvensional, namun ada prinsip-prinsip tertentu yang harus diperhatikan oleh individu muslim dalam keinginannya.
Islam mengharuskan orang untuk mengkonsumsi barang yang halal dan thayyib. Aturan islam melarang seorang muslim memakan barang yang haram, kecuali dalam  keadaan darurat dimana apabila barang tersebut tidak dimakan, maka akan berpengaruh terhadap diri muslim tersebut. Di saat darurat seorang muslim dibolehkan mengkonsumsi barang haram secukupnya.
Selain itu, dalam ajaran islam, orang yang mempunyai uang banyak tidak serta merta diperbolehkan untuk membelanjakan uangnya untuk membeli apa saja dan dalam jumlah berapapun yang diinginkannya. Batasan anggaran (budget constrain) belum cukup dalam membatasi konsumsi. Batasan lain yang harus diperhatikan adalah bahwa seorang muslim tidak berlebihan (israf), dan harus mengutamakan kebaikan (maslahah).
Islam tidak menganjurkan permintaan terhadap suatu barang dengan tujuan kemegahan, kemewahan dan kemubadziran. Bahkan islam memerintahkan bagi yang sudah mencapai nisab, untuk menyisihkan dari anggarannya untuk membayar zakat, infak dan shadaqah.

Kurva Permintaan Islam.
Kurva Permintaan barang halal
       Kurva permintaan diturunkan dari titik-titik persinggungan antara indifference curve dengan budget line. Katakanlah seorang konsumen mempunyai pendapat I = Rp1 juta per bulan, dan menghadapi pilihan untuk mengonsumsi barang X dan barang Y yang keduanya adalah barang halal. Katakan pula harga barang X. Px = Rp 100 ribu, dan harga barang Y, py = Rp 200 ribu. Titik A, A, A menunjukkan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang X dan titik B menunjukkan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang Y.
Dengan data ini, kita dapat membuat budget line dengan menarik garis lurus di antara dua titik:
Kombinasi
Income
Px
Py
X=I/Px
Y=I/Py
X at tangency

A
1.000.000
100.000
200.000
10
0
3

B
1.000.000
100.000
200.000
0
5
3


Bila terjadi penurunan harga X menjadi Px = Rp 50 ribu, maka kaki budget line pada sumbu X akan bertambah panjang. Perpanjangan kaki di sudut X ini membuktikan bahwa ketika harga X turun maka preferensi konsumen untuk menaikkan pembelian terhadap komoditas X meningkat. Karena yang berubah adalah harga dari salah satu komoditas maka prefensi harga untuk komoditas Y tidak berpengaruh sehingga titik perpotongan sumbu Y tidak berubah, sedangkan titik perpotongan dengan sumbu X berubah.
Kombinasi
Income
Px
Py
X=I/Px
Y=I/Py
X at tangency

A
1.000.000
50.000
200.000
20
0
4

B
1.000.000
50.000
200.000
0
5
4


Bila harga X menjadi Px= Rp 25 ribu, maka kaki budget line pada sumbu X akan semakin panjang. Titik perpotongan sumbu Y tidak berubah Y tidak berubah, sedangkan titik perpotongan dengan sumbu X berubah.

Kombinasi
Income
Px
Py
X=I/Px
Y=I/Py
X at tangency

A
1.000.000
25.000
200.000
40
0
5

B
1.000.000
25.000
200.000
0
5
5


Dengan simulasi harga barang X, kita sekarang mendapatkan kurva yang menggambarkan antara harga dengan jumlah barang X yang diminta.
Harga X
Jumlah X (X pada saat tangency/ jumlah optimal X)

100.000
3

50.000
4

25.000
5


Semakin tinggi harga, semakin sedikit jumlah barang yang diminta. Dengan demikian, kita mendapatkan slope kurva permintaan yang negatif untuk barang halal, sebagaimana lazimnya kurva permintaan yang dipelajari dalam ekonomi konvensional.










Barang X dan barang Y adalah barang halal. Apabila terjadi perubahan harga barang X (Px), diman Px1< Px2 < Px3 dan income tetap, maka (I/Px1) < (I/Px2) < (I/Px3), sehingga Qx1 < Qx2 < Qx3.
Kurva permintaan Barang Halal dalam pilihan Halal-Haram.
     Dalam hal pilihan yang dihadapi adalah antara barang halal dan barang haram, maka optimal solutionnya adalah corner solution. Katakanlah seorang konsumen mempunyai pendapatan I= Rp 1 juta per bulan, dan menghadapi pilihan untuk mengonsumsi barang halal X dan barang haram Y. Katakan pula harga barang X Px =Rp 100 ribu, dan harga barang Y Py = Rp 200 ribu. Titik A, A,A menunjukkan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang X, dan titik B menunjukkan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang Y. Simulasi penurunan harga juga dilakukan dari Rp100 ribu ke tingkat Px=Rp50 ribu dan Px=Rp25 ribu.





Px1= Rp 100 ribu
Kombinasi
Income
Px (x halal)
Py (y haram)
X=I/Px
Y=I/Py
X at corner solution

A
1.000.000
100.000
200.000
10
0
10

B
1.000.000
100.000
200.000
0
5
10


Px2= Rp 50 ribu
Kombinasi
Income
Px (x halal)
Py (y haram)
X=I/Px
Y=I/Py
X at tangency

A
1.000.000
50.000
200.000
20
0
20

B
1.000.000
50.000
200.000
0
5
20


Px3= Rp 25 ribu
Kombinasi
Income
Px (x halal)
Py (y haram)
X=I/Px
Y=I/Py
X at tangency

A
1.000.000
25.000
200.000
40
0
40

B
1.000.000
25.000
200.000
0
5
40


Dengan mengasumsikan perubahan hanya pada barang X, maka kita sekarang memiliki tigatipe garis anggaran yang berbeda. Pada haraga X sama dengan Rp 100 ribu budget line berada pada bI1, sdang pada harga X sebesar Rp 50 ribu budget line BI2 demikian juga ketika harga X berada pada level Rp25 ribu maka budget line menjadi BI3. Dengan menggunakan simulasi penurunan harga barang X yang halal ini maka kita dapat memformulasikan kurva permintaan barang halal X dalam pilihan halal-haram.
       Pada gambar dibawah, kita mendapatkan kesimpulan bahwa optimal solution untuk komoditas halal-haram berada pada titik di mana barang haram yang dikonsumsi berada pada level 0. Hal ini senada dengan perintah islam tentang pelarangan untuk mencampurkan barang haram dengan barang halal.






















Apabila terjadi perubahan pada harga barang X dimana Px3 > Px2 > Px1 dan income tetap, maka : (I/Px3) < (I/Px2) < (I/Px1) sehingga Qx2 < Qx2 < Qx1.
Pilihan halal X & haram Y
Pilihan halal X dan halal Y

Harga X
Jumlah X (X pada corner solution/jumlah optimal X)
Harga X
Jumlah X (X pada saat tangency/jumlah optimal X)

100.000
50.000
25.000
10
20
40
100.000
50.000
25.000
3
4
5


Semakin tinggi harga, semakin sedikit jumlah barang yang diminta. Dengan demikian, kita juga mendapatkan slope kurva permintaan yang negative untuk barang halal dalam pilihan halal X dan haram Y. perbedaannya terletak pada kecuraman kurva atau dalam istilah ekonominya pada elastisitas harga. Penurunan harga dari Rp 100 ribu ke Rp 50 ribu meningkatkan permintaan barang X dari 10 ke 20 ( bandingkan dengan pilihan halal X — halal Y yang hanya dari 3 ke 4), penurunan dari Rp 50 ribu ke Rp 25 ribu meningkatkan permintaan barang X dari 20 ke 40 ( bandingkan dengan pilihan halal X —halal Y yang hanya naik dari 4 ke 5).
Keadaan Darurat Optimal
      Dalam konsep islam, yang haram telah jelas dan begitu juga dengan yang halal. Secara logika ekonomi kita telah menjelaskan bahwa bila kita hadapkan kepada dua pilihan, yaitu barang halal den barang haram, optimal solution adalah corner solution yaitu mengalokasikan seluruh pendapatan kita untik mengonsumsi barang halal. Tindakan mengonsumsi barang haram berarti meningkatkan disutility, sebaliknya tindakan mengurasi konsumsi barang haram berarti mengurangi disutilty. Corner solution merupakan optimal solution karena mengonsumsi barang haram sejumlah nihil berarti menghilangkan disutility, selain itu mengalokasikan seluruh pendapatan untuk mengonsmsi barang halal berarti meningkatkan utility.
       Sekarang bayangkan keadaan hipotetis yang diambil dari kisah nyata pada tahun 1970-an. Sebuah pesawat terbang penuh penumpang jatuh ditengan gunung salju. Setelah bertahan beberapa hari tanpa persediaan makanan yang cukup, tidak adanya hewan dan tumbuhan yang dapat dimakan, dan dinginnya cuaca, beberapa diantara penumpang meninggal. Bagi mereka yang hidup pilihannya tidak banyak, yaitu terus bertahan sambil mengharapkan agar tim penyelamat segera tiba ditempat, atau memakan daging penumpang yang telah meninggal. Memakan bangkai manusia jelas haram, namun bila pilihannya antara memakan yang haram atau kita binasa, maka islam memberikan kelonggaran untuk dapat mengonsumsi barang haram sekadarnya untuk bertahan hidup.
      Secara grafis keadaan ini ditunjukkan dengan terbatasnya supply barng hal X sejumlah Qx F, atau dapat juga kita katakana jumlah maksimal barang X yang tersedia pada keadaan full capacity adalah sebesar QxF. Dengan asumsi maximizing behavior, maka tingkat utility U3 lebih baik dibsndingksn U1. Perhatikanlah bahwa untuk tingkat utility U1 dan U3, optimal solutionnya adalah corner solution pada garis horizontal sumbu X . kedua corner  solution itu menunjukkan berapa jumlah barang X yang diminta, sebut saja Qx (U1) untuk tingkat utility U1 dan Qx (U3). Untuk tingkat utility U3. Perhatikan pula bahwa Qx (U1) < QxF < Qx (U3). Oleh karena Qx F adalah jumlah maksimal barang X, dan Qx (U3) lebih besar dari QxF, maka dapat kita simpulkan bahwa tingkat utilty U3 tidak tercapai.
        Untuk tingkat utility U1 QxF akan memotong U1 pada titik DP (darurat point). Pada titik Dp ada sejumlah pendapatan yang sebenarnya dapat digunakan untuk mengonsumsi barang X sejumlah Qx (U3), namun karena terbatasnya barang X sejumlah QxF, maka akan sejumlah pendapatan yang dialokasikan untuk mengonnsumsi barang harm Y. perhatikanlah bahwa titik Dp bukanlah titik optimal. Titik DO tidak terjadi pada saat persinggungan antara indifference curve dengan budget line atau dengan kata lain MRS pada titik DP tidak sam dengan slope budget line.
      Oleh karena itu, dalm pilihan barang halal-haram, optimal solision selalu terjadi corner solution, yaitu mengopnsumsi barang halal seluruhnya, maka setiap keadaan darurat , yaitu keadaan secara terpaksa harus mengonsumsi barang haram, pastilah bukan corner solution dan oleh karenanya pasti bukan optimal solution. Keadaan darurat selalu bukan keadaan optimal.
     Sup-optimality keadaan daruarat dengan jelas terlihat bila kita membandingkan titik DP dengan titik Qx (U2). Optimal solution untuk tingkat utility U2 adalah corner solution pada tingkat QxF. Oleh karena tingkat utility U2 lebih baik dibandingkan tingkat utility U1, jelaslah titik DP sub-optimal disbanding Qx (U2).

















Supply barang X terbatas di mana kondisi jumlah maksimum pada QxF (Qx pada Full capacity), sehingga kurva U3 tidak dapat dicapai. Pada darurat point (DP) terdapat barang Y.
Jelas disini bahwa darurat point (DP) bukanlah solusi yang optimal karena titik DP bukan merupakan titik persinggungan. DP selalu tidak optimal. Apabila U2 >U1, maka U2 optimal. Pada U2, tidak ada permintaan terhadap barabg Y.

Permintaan barang haram dalam keadaan daruarat
      Darurat didenifisikan sebagai suatu keadaan yang mengancam keselamatan jiwa. Oleh karena itu, sifat darurat itu sendiri adlah sementara maka permintaan barang haram pun hanya bersifat insidentil. Secara matematis keadaan ini digambarakan dengan fungi yang discrete, bukan fungsi yang kontinyu.



      Demand terhadap barang haram Y apada darurat point bukan merupakan fungsi dari harga Y. ini adalah point demand (Dy). Penggunaan konsep darurat adalah terbatas dan harus sesuai dengan syariah. Pada titik DP jumlah permintaan barang haram Y adalah sejumlah  Qy*. Dengan bantuan garis 45 derajat sebagai cermin, kita dapat menurunkan permintaan barang haram Y, yaitu pada titik koordinat (Qy*, Py*). Jadi permintaan barang haram Y berbentuk titik permintaan (Demand Point) Dy.
    Permintaan barang Y bukan merupakan kurva permintaan fungsi dari harga Y. sebuah kurva adalah kumpulan dari titik-titik, atau garis yang menghubungkan antara dua titik. Sedangkan Permintaan barang haram Y dalam keadaan darurat adalah unik untuk setiap keadaan darurat yang muncul. Misalnya dalam keadaan darurat misalnya dalam keadaan darurat seperti kisah jatuhnya pesawat terbang. Maka permintaan akan daging bangkai manusia hanya berlaku pada keadaan darurat itu saja. Tidak dapat kita katakana bahwa bila telah 5 hari tidak makan, maka permintaan akan daging bangkai manusia sejumlah satukilogram, sedangkan bila empat hari tidak makan permintaannya hanya sejumlah  tiga perempat kilogram. Kita pun tidak dapat mengatakan bahwa bila tujuh hari tidak makan, maka permintaan daging bangkai manusia setengah kilogram. Dalam ilmu ekonomi, hal ini berarti tidak memenuhi satu dari tiga aksioma atau postulat yang menjadi dasar teori utility function. Dalm hal permintaan barang harm Y, aksioma pertama dan kedua terpenuhi. Namun, aksioma ketiga tidak terpenuhi. Itu sebabnya, kita pun tidak dapat mengatakan bahwa fungsi permintaan barang Y berbentuk garis vertikal pada titik Qy*, atau dalm istilah ekonomi disebut perfectly inelastic. Permintaan barang haram Y bukan merupakan fungsi dari harga Y, bukan merupakan fungsi yang kontinyu, bukan pula berbentuk kurva. Ia adalah demand point (Titik permintaan).






















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan.
  Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli atau diminta pada suatu harga dan waktu tertentu. Permintaan dalam ekonomi islam, ada prinsip-prinsip tertentu yang harus diperhatikan oleh individu muslim dalam keinginannya. Misalnya: Islam mengharuskan orang untuk mengkonsumsi barang yang halal dan thayyib. Selain itu, dalam ajaran Islam, orang yang mempunyai uang banyak tidak serta merta diperbolehkan untuk membelanjakan uangnya untuk membeli apa saja dan dalam jumlah berapapun yang diinginkannya. Batasan lain yang harus diperhatikan adalah bahwa seorang muslim tidak berlebihan (isyraf), dan harus mengutamakan kebaikan (maslahah). Serta ada beberapa permintaan yang berkaitan dengan barang halal dan haram.

Saran.
Sebagai manusia yang berperan menjadi konsumen hendaknya kita menjadi konsumen sesuai permintaan islami, dimana permintaan kita harus bersyariat kepada sumber islam. Pertama, jangan berlebih- lebihan, jangan juga terlalu pelit, tetapi jadilah ditengahnya yaitu orang yang mampu méminej kebutuhannya agar dalam konsumsinya dan permintaannya menjadi seimbang. Demikian pembahasan “Teori Permintaan Islam”, semoga bermanfaat untuk mahasiswa khususnya mahasiswa jurusan Ekonomi syariah di Institut agama islam Nurul Jadid.












Daftar Pustaka
Adiwarman.A. Karim. 2012. Ekonomi Mikro Islam Edisi Kelima. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada).
Nasution. M.E. 2010.  Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group).
Suprayitno, Eko. 2008. Ekonomi Mikro Perspektif Islam. (Malang: UIN- Malang press).
Rozalinda, Dr. 2014. Ekonomi Islam. (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada).


Makalah Matan, sanad , musnah, musnid, rawi, dan mokharrij

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
       Hadis merupakan salah satu sumber Islam yang utama, tetapi tidak sedikit umat Islam yang belum memahami apa itu hadis. Sehingga dikhawatirkan suatu saat nanti akan terjadi kerancuan dalam hadis, karena tidak mengertinya dan mungkin karena kepentingan sebagian kelompok untuk membenarkan pendapat kelompok tersebut. Sehingga mereka menganggap yang memakai bahasa arab dan dikatakan hadis oleh orang yang tidak bertanggung jawab itu mereka anggap hadis.
      Hadis juga memiliki beberapa bentuk dan unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Sehingga penulisan makalah ini dapat memecahkan dan menjelaskan lebih detail salah satu masalah-masalah yang berkembang pembahasan dalam makalah ini bertujuan mendeskripsikan dari mana atau siapa yang menjadi sandaran dalam hadis, bagaimana hadis tersebut dilahirkan serta apa saja unsur yang terkandung didalam hadis, ternyata banyak terpelihara dalam ingatan daripada dalam catatan yang dimiliki oleh para sahabat, yang pada masanya diizinkn Nabi SAW untuk mencatat Hadis. Hadis yang ada dalam ingatan dan catatan mereka tersebar secara luas ke berbagai daerah Islam yang di kunjungi oleh sahabat Nabi SAW, baik untuk keperluaan “jihad”, dakwah, dan niaga. Untuk menghimpun Hadis-Hadis tersebut diperlukan ketelitian yang sangat tinggi. Maka kami membuat makalah ini akan membahas tentang unsur-unsur hadis agar kita dapat membedakan hadis yang shahih atau dhoif dan maudhuh.
Rumusan Masalah
Apa pengertian matan, sanad, musnah, musnid, rawi dan mokharrij….?
Bagaimana sistem para penyusun hadit dalam menyebutkan nama rawi…?
Apa saja syarat-syarat seorang perawi hadis…?
Tujuan
Mengetahui unsur-unsur dalam hadis.
Memahami syarat-syarat seorang perawi hadis.
Mengetahui orang yang mengeluarkan hadis.




BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Matan
     Matan secara lughowiyah mempunyai arti punggung jalan, tanah gersang, atau mengikat. Menurut istilah, ulama muhadditsin memberikan pengertian:
ما ا نتهي اليه السند من الكلام فهو نفس الحديث الدي دكر الاسنا د له .
Artinya: Perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya. 
Menurut Ibnu Jamaah matan itu adalah:
ما ينتهى اليه السند
Artinya: Sesuatu yang kepadanya Berakhir sanad.
Menurut As Sayuthi Matan adalah sesuatu yang kepadanya berakhir sanad dari segenap macam perkataan. Dari semua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan matan adalah materi atau lafaz hadis itu sendiri.
Contoh
عن محمد عن ابي سلمة عن ابي هرير ة ا ن ا لنبي صلي الله عليه وسلم قال :لو لا ان اشق علي امتي لا مرتهم با لسواك عند كل صلاة
 (زواه التر مذي).
Artinya: Dari Muhammad yang diterima dari Abu Salamah yang diterimanya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Seandainya tidak akan memberatkan terhadap umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak
( Menggosok gigi ) setiap akan melakukan shalat (HR. Turmudzi). 
Matan dalam hadis di atas yaitu:
لو لا ان اشق علي امتي لا مرتهم با لسواك عند كل صلاة





Pengertian Sanad
    Sanad  dari segi etimologi memiliki arti sandaran atau sesuatu yang kita jadikan sandaran. Sanad menurut istilah terdapat perbedaan rumusan pengertian. Menurut Izzuddin Ibnu Jamaah dan Al-Thiby mengatakan bahwa sanad adalah Jalan yang menyampaikan kepada matan hadits. Yang lain menyebutkan Matan adalah silsilah orang-orang (yang meriwayatkan hadis) yang menyampaikan kepada matan hadis. Ada juga yang menyebutkan:
سلسلة الرواة الد ين نقلو المتن عن مصدر ه الا ول
“Silsilah para perawi yang menuklikkan hadis dari sumbernya yang pertama”
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sanad adalah rangkaian urutan orang-orang yang menjadi sandaran atau jalan yang menghubungkan satu hadis atau sunnah sampai pada nabi saw. 
Contoh:
 ا خبر نا ما لك عن نا فع عن عبد الله بن عمر ان رسول الله صلي الله عيه و سلم قال : لا يبيع بعضكم علي بيع بعض
  (رواه ا لبخا ري و مثلم ).
Artinya: Dikabarkan kepada kami oleh Malik yang menerimanya dari Nafi yang menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda: Janganlah sebagian dari antara kamu membeli barang yang sedang dibeli oleh sebagian lainnya (HR.Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis diatas yang dinamakan “sanad” yaitu:
ا خبر نا ما لك عن نا فع عن عبد الله بن عمر ان رسول الله صلي الله عيه و سلم قال:
    Mempunyai sanad yang shahih adalah suatu keistimewaan yang hanya diperoleh umat islam. Ibnu Hazm menerangkan bahwa”Nukilan orang yang kepercayaan dari orang yang terpercayaan hingga sampai kepada nabi dengan sanad yang bersambungan adalah suatu khushusiyah yang hanya Allah berikan kepada umat islam saja. Kebanyakan dari riwayat umat Yahudi dan Nasrani, tidak mustahil. Pertlu ditegaskan bahwa diantara keistimewaan umat islam ialah mempunyai riwayat yang diriwayatkan oleh orang yang adil dan kuat ingatannya.

Pengertian Musnad, Musnid dan Isnad
       Musnad menurut bahasa sesuatu yang kita sandarkan kepada yang lain. Menurut istilah, lafadh musnad dipakai untuk beberapa pengertian. Pertama, Nama bagi hadis yang disandarkan kepada Rasulullah SAW dengan menerangkan sanadnya yang bersambung menyambung walaupun pada dhahirnya. Kedua, Nama bagi kitab yang mengumpulkan pada suatu tempat segala hadis yang diriwayatkan oleh seorang Shahabi. Penyusunan kitab itu menempatkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar RA dibawah judul Musnad Abu bakar. Ketiga, dipakai dengan mana mashdar (isnad), seperti pada perkataan musnad Asy Syihab, atau musnad Al Firdaus. Maka pengertian-pengertiannya adalah sanad-sanad yang dibawakan oleh Abu Nuaim dalam kitab Al-firdaus. Jadi musnad adalah hadis yang diterangkan dengan menyebutkan sanadnya hingga sampai kepada matan. Contoh kitab Musnad antara lain ialah: Musnad Ahmad bin Hanbal Asy-Syaibani dan Musnad Is-haq bin Rahawaih Al-Handhaly. Musnid adalah orang yang menerangkan sanad suatu hadis. Isnad menurut lughah ialah menyandarkan sesuatu kepada yang lain. Sementar isnad menurut istilah menerangkan rangkaian urutan sanad suatu hadis . 
     
        Telah diketahui bahwa isnad itu menerangkan jalan matan, sebagaimana telah kita ketahui bahwa perawi-perawi yang menyampaikan kepada matan, dinamai Tharieq dan sanad. Dinamai Tharieq karena dengan melaluinyalah kita sampai kepada maksud. Dan dinamai sanad karena kepadanyalah berpegang para ulama hadis dalam menshahihkan dan mendlaifkan hadis. Maka nyatalah keutamaan isnad. Dengan dialah diketahui maqbul dan mardud, mana yang sah diamalkan adan mana yang tidak sah diamalkan. Isnad merupakan jalan yang kita tempuh untuk menetapkan hukum syariah islam. An Nawawy dalam kitab Tahdzibul Aman mengatakan:”Dengan sabda ini Nabi SAW menerangkan bahwa ilmu hadis ini senangtiasa terpelihara, dipelihara oleh orang-orang yang adil dan pada tiap-tiap masa ada segolongan orang yang adil yang memelihara hadist dan menolak segala perubahan yang disisipkan orang”. 
     


Pengertian Rawi
     Kata “Rawi” atau “Al-Rawi” berarti orang yang meriwayatkan atau memberikan hadis (Naqil Al-Hadis). Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad hadis pada tiap-tiap tabaqohnya juga disebut rawi. Jika yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadis, akan tetapi yang membedakan antara rawi dan sanad adalah terletak pada pembukuan hadis. Orang yang menerima hadis dan kemudian menghimpunnya dalam satu kitab tadwin disebut dengan rawi. Dengan demikian, maka perawi dapat disebut mudawwin (orang yang membukukan dan menghimpun hadis). Rawi pertama adalah para sahabat dan rawi terakhir adalah orang yang membukukannya. Seperti imam bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad dan lain-lain.
    Suatu hadits yang telah sampai kepada kita dalam bentuknya yang sudah terbukukan dalam buku-buku hadits, melalui beberapa rawi dan sanad. Rawi terakhir hadits yang termaksud dalam sahih Bukhari atau dalam sahih Muslim, ialah imam Bukhari atau imam Muslim. Seorang penyusun atau pengarang bila hendak menguatkan suatu hadits yang ditakhrijkan dari suatu kitab hadits pada umumnya membubuhkan nama rawi (terakhirnya) pada akhir mathuI Hadisnya untuk lebih memperjelas rawi mari kita perhatikan hadis ini.
عن ام المؤ منين عا ئشةرضي الله عنها: قال رسؤل الله عليه وسلم من احد ث فى امرناهدا ما ليس منه فهورد (متفق عليه)

Artinya:”Warta dari UmmuI Muminin Aisyah R.A ujurnya: Rasulullah SAW telah bersabda:”Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu yang bukan termaksud dalam urusan (agama)ku, maka ia tertolak”. (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Kalimat: (متفق عليه) Disebut Rowi
         Syarat seorang perawi hadis harus adil, muslim, baligh, berakal, tidak pernah melakukan perbuatan dosa besar, tidak sering melakukan dosa kecil, dan dabit. Dabit dalam arti kuat hafalan serta daya ingatnya dan dapat memelihara kitab hadis dari gurunya sebaik-baiknya sehingga tidak mungkin ada perubahan. Berikut daftar nama sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis yaitu:
Abu Hurairah meriwayatkan 5.374 hadis.
Abdullah bin Uma meriwayatkan 2.630 hadis.
Anas bin Malik meriwayatkan 2.286 hadis.
Aisyah Ummul Mukminin meriwayatkan2.210 hadis.
Abdullah bin Abbas meriwayatkan 1.660 hadis.
Jabir bin Abdullah meriwayatkan 1.540 hadis.
Abu Said Aikhudri meriwayatkan 1.170 hadis.
             Suatu hadis terkadang mempunyai sanad banyak. Dengan kata lain, bahwa hadis tersebut terdapat dalam kitab —kitab hadis yang berbeda rawi (akhirnya). Misalnya ada sebuah hadis disamping terdapat dalam shahih Bukhari, juga terdapat sahih Muslim dan sebagainya. Untuk menghematmencabtumkan nama-nama rawi yang banyak jumlahnya tersebut, penyusun kitab hadis biasanya tidak mencantumkan nama-nama rawi yang banyak jumlahnya tersebut, melainkan hanya merumuskan dengan bilangan yang menunjukkan banyak atau sedikitnya rawi hadis pada akhir hadis. Misalnya rumusan yang diciptakan oleh Ibn Ismail as-Sanani dalam kitab subulus salam
ا خر جه ا لسبعة
Maksudnya: Hadis itu diriwayatkan oleh tujuh orang rawi, yaitu Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, At-Turmudzi, An-Nasai dan Ibnu Majah

ا خر جه ا لستة
Maksudnya: Hadis itu diriwayatkan oleh enam orang rawi, yaitu tujuh orang rawi tersebut diatas selain Ahmad

ا خر جه ا لخمسة 
Maksudnya: Hadis itu diriwayatkan oleh 5 orang rawi selain Bukhari dan Muslim

ا خر جه ا لاربعة واحمد
Maksudnya: Hadis tersebut diriwayatkan oleh para ashabussunah yang empat ditambah Imam Ahmad. 

ا خر جه الاربعة
Maksudnya: Hadis tersebut diriwayatkan oleh para ashabussunah yang empat yaitu Abu Dawud, At-Turmudzi, An-Nasai dan Ibnu Majah 

ا خر جه الثلا ثة
Maksudnya: Hadis itu diriwayatkan oleh tiga rawi yakni Abu Dawud, At-Turmudzi, An-Nasai 

ا خر جه الشيخان
Maksudnya: Hadis itu diriwayatkan oleh dua  rawi yakni Imam Bukhari, Imam Muslim

ا خر جه الجما عة 
Maksudnya: Hadis itu diriwayatkan oleh banyak rawi.







Muktaharrij
       Kata mukharrij isim fail (bentuk pelaku) dari kata takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan; menampakkan, mengeluarkan dan menarik. Maksud mukharij adalah seorang yang menyebutkan suatu hadis dalam kitabnyya dengan sanadnya. Dr. Al-Muhdi menyebutkan:
فالمخر ج هو ذاكر الرواية كا لبخا ري
Mukharrij adalah penyebut periwayatan seperti Al-Bukhori. Misalnya jika suatu hadis muskharrij-nya Al-Bukhari berarti hadis tersebut dituturkan Al-Bukhori dalam kitabnya dengan sanadnya. Oleh karena itu, biasanya pada akhir periwayatan suatu hadis disebutkan  اخرجه البخا ري  Hadis di-takhrij oleh Al-Bukhori dan seterusnya.     
        Kitab-kitab mustakhraj, ialah kitab-kitab yang mengambil hadis dari sebuah kitab ulama hadis, dari kitab al-Bukhari umpamanya lalu menyebut satu persatunya dengan sanadnya sendiri, yakni mencari sanadnya sendiri dari selain jalan al-Bukhari hingga berjumpa dengan al-Bukhari pada guru al-Bukhari atau di atasnya lagi. Kitab yang banyak dibuat kitab mustakharrijnya ialah sahih Bukhari dan sahih Muslim diantara kitab mustakhraj al-Bukhari ialah: Al-Mustakhraj, susunan Abu Nuaim Ahmad ibn Abdillah Al-Ashbahany (430 H), Mustakhrij Al-Ismail (371 H). Mustakhrij Al- Barqany (425 H). Dan diantara mustakhrij Muslim, ialah Mustakhrij Ahmad ibn Hamdan An Naisabury (311 H), Mustakhrij Abu Awanah Al-Isfaraniny (316 H), Mus-takhrij Abin Nashr Ath Thusy (344 H), dan Al- Mustakhrij, susunan Abu Nuiam Al-Asbahany.










BAB III
PENUTUP 
Kesimpulan
    Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan Hadits memiliki beberapa Unsur sebagai berikut diantaranya yaitu, isi atau biasa disebut dengan Matan, Sanad yaitu merupakan sandaran atau proses menuju matan, Musnad merupakan suatu hadis yang sanadnya sampai kepada Nabi sedangkan Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadis. Kemudian, Perawi yaitu merupakan orang-orang yang meriwayatkan hadis tanpa membukukannya sedangkan Muktaharrij adalah orag yang meriwayatkan hadis dan membukukaya. Jadi dapat penulis simpulkan bahwa Muktaharrij sudah tetu seorang rawi sedagkan Rawi belum tentu Muktaharrij. Unsur-unsur hadis merupakan suatu ilmu yang patut kita pelajari agar kita bisa membedakan mana hadis dhoif, shahih atau harfu.
              Demikianlah makalah ini kami tulis agar bermanfaat bagi siapapun yang membacanya semoga makalah ini dapat digunakan sebaiknya. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian atas isi dari makalah ini agar kami bisa menulis dengan lebih baik lagi dimasa yang akan datang, sebab tak ada yang sempurna didunia ini .
Saran 
              Dari runtutan pembahasan mengenai unsur — unsur  hadits ini kami merekomendaikan beberapa saran yaitu: Kepada seluruh kaum muslimin untuk terus mendalami sumber hukum umat islam yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah. Terus belajar tentang segala hal yang berkaitan dengan islam serta mengamalkannya agar agama kita menjadi kokoh dan tidak mudah dipengaruhi oleh aliran yang sesat.







DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy, T.M Hasbi. 1981. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits. Jakarta: Bulan Bintang.
Suparta, Drs Munzier. 2003. Ilmu Hadits. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kusnanto, Drs Najib. 2008. Quran Hadits. Surabaya: lks Hikmah.
Majid Khon, H. Abdul. 2008.  Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.
Ash-Shiddieqy, T.M Hasbi. 1999.  Sejarah & Pengantar Ilmu Hadis. Semarang: PT. Pustaka Rizki putra.
Rohman, Fathur.1974. Ikhtishar Mushthalahul Hadis. Bandung: PT Al-Maarif.

 I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
       Hadis merupakan salah satu sumber Islam yang utama, tetapi tidak sedikit umat Islam yang belum memahami apa itu hadis. Sehingga dikhawatirkan suatu saat nanti akan terjadi kerancuan dalam hadis, karena tidak mengertinya dan mungkin karena kepentingan sebagian kelompok untuk membenarkan pendapat kelompok tersebut. Sehingga mereka menganggap yang memakai bahasa arab dan dikatakan hadis oleh orang yang tidak bertanggung jawab itu mereka anggap hadis.
      Hadis juga memiliki beberapa bentuk dan unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Sehingga penulisan makalah ini dapat memecahkan dan menjelaskan lebih detail salah satu masalah-masalah yang berkembang pembahasan dalam makalah ini bertujuan mendeskripsikan dari mana atau siapa yang menjadi sandaran dalam hadis, bagaimana hadis tersebut dilahirkan serta apa saja unsur yang terkandung didalam hadis, ternyata banyak terpelihara dalam ingatan daripada dalam catatan yang dimiliki oleh para sahabat, yang pada masanya diizinkn Nabi SAW untuk mencatat Hadis. Hadis yang ada dalam ingatan dan catatan mereka tersebar secara luas ke berbagai daerah Islam yang di kunjungi oleh sahabat Nabi SAW, baik untuk keperluaan “jihad”, dakwah, dan niaga. Untuk menghimpun Hadis-Hadis tersebut diperlukan ketelitian yang sangat tinggi. Maka kami membuat makalah ini akan membahas tentang unsur-unsur hadis agar kita dapat membedakan hadis yang shahih atau dhoif dan maudhuh.
Rumusan Masalah
Apa pengertian matan, sanad, musnah, musnid, rawi dan mokharrij….?
Bagaimana sistem para penyusun hadit dalam menyebutkan nama rawi…?
Apa saja syarat-syarat seorang perawi hadis…?
Tujuan
Mengetahui unsur-unsur dalam hadis.
Memahami syarat-syarat seorang perawi hadis.
Mengetahui orang yang mengeluarkan hadis.




BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Matan
     Matan secara lughowiyah mempunyai arti punggung jalan, tanah gersang, atau mengikat. Menurut istilah, ulama muhadditsin memberikan pengertian:
ما ا نتهي اليه السند من الكلام فهو نفس الحديث الدي دكر الاسنا د له .
Artinya: Perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya. 
Menurut Ibnu Jamaah matan itu adalah:
ما ينتهى اليه السند
Artinya: Sesuatu yang kepadanya Berakhir sanad.
Menurut As Sayuthi Matan adalah sesuatu yang kepadanya berakhir sanad dari segenap macam perkataan. Dari semua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan matan adalah materi atau lafaz hadis itu sendiri.
Contoh
عن محمد عن ابي سلمة عن ابي هرير ة ا ن ا لنبي صلي الله عليه وسلم قال :لو لا ان اشق علي امتي لا مرتهم با لسواك عند كل صلاة
 (زواه التر مذي).
Artinya: Dari Muhammad yang diterima dari Abu Salamah yang diterimanya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Seandainya tidak akan memberatkan terhadap umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak
( Menggosok gigi ) setiap akan melakukan shalat (HR. Turmudzi). 
Matan dalam hadis di atas yaitu:
لو لا ان اشق علي امتي لا مرتهم با لسواك عند كل صلاة





Pengertian Sanad
    Sanad  dari segi etimologi memiliki arti sandaran atau sesuatu yang kita jadikan sandaran. Sanad menurut istilah terdapat perbedaan rumusan pengertian. Menurut Izzuddin Ibnu Jamaah dan Al-Thiby mengatakan bahwa sanad adalah Jalan yang menyampaikan kepada matan hadits. Yang lain menyebutkan Matan adalah silsilah orang-orang (yang meriwayatkan hadis) yang menyampaikan kepada matan hadis. Ada juga yang menyebutkan:
سلسلة الرواة الد ين نقلو المتن عن مصدر ه الا ول
“Silsilah para perawi yang menuklikkan hadis dari sumbernya yang pertama”
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sanad adalah rangkaian urutan orang-orang yang menjadi sandaran atau jalan yang menghubungkan satu hadis atau sunnah sampai pada nabi saw. 
Contoh:
 ا خبر نا ما لك عن نا فع عن عبد الله بن عمر ان رسول الله صلي الله عيه و سلم قال : لا يبيع بعضكم علي بيع بعض
  (رواه ا لبخا ري و مثلم ).
Artinya: Dikabarkan kepada kami oleh Malik yang menerimanya dari Nafi yang menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda: Janganlah sebagian dari antara kamu membeli barang yang sedang dibeli oleh sebagian lainnya (HR.Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis diatas yang dinamakan “sanad” yaitu:
ا خبر نا ما لك عن نا فع عن عبد الله بن عمر ان رسول الله صلي الله عيه و سلم قال:
    Mempunyai sanad yang shahih adalah suatu keistimewaan yang hanya diperoleh umat islam. Ibnu Hazm menerangkan bahwa”Nukilan orang yang kepercayaan dari orang yang terpercayaan hingga sampai kepada nabi dengan sanad yang bersambungan adalah suatu khushusiyah yang hanya Allah berikan kepada umat islam saja. Kebanyakan dari riwayat umat Yahudi dan Nasrani, tidak mustahil. Pertlu ditegaskan bahwa diantara keistimewaan umat islam ialah mempunyai riwayat yang diriwayatkan oleh orang yang adil dan kuat ingatannya.

Pengertian Musnad, Musnid dan Isnad
       Musnad menurut bahasa sesuatu yang kita sandarkan kepada yang lain. Menurut istilah, lafadh musnad dipakai untuk beberapa pengertian. Pertama, Nama bagi hadis yang disandarkan kepada Rasulullah SAW dengan menerangkan sanadnya yang bersambung menyambung walaupun pada dhahirnya. Kedua, Nama bagi kitab yang mengumpulkan pada suatu tempat segala hadis yang diriwayatkan oleh seorang Shahabi. Penyusunan kitab itu menempatkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar RA dibawah judul Musnad Abu bakar. Ketiga, dipakai dengan mana mashdar (isnad), seperti pada perkataan musnad Asy Syihab, atau musnad Al Firdaus. Maka pengertian-pengertiannya adalah sanad-sanad yang dibawakan oleh Abu Nuaim dalam kitab Al-firdaus. Jadi musnad adalah hadis yang diterangkan dengan menyebutkan sanadnya hingga sampai kepada matan. Contoh kitab Musnad antara lain ialah: Musnad Ahmad bin Hanbal Asy-Syaibani dan Musnad Is-haq bin Rahawaih Al-Handhaly. Musnid adalah orang yang menerangkan sanad suatu hadis. Isnad menurut lughah ialah menyandarkan sesuatu kepada yang lain. Sementar isnad menurut istilah menerangkan rangkaian urutan sanad suatu hadis . 
     
        Telah diketahui bahwa isnad itu menerangkan jalan matan, sebagaimana telah kita ketahui bahwa perawi-perawi yang menyampaikan kepada matan, dinamai Tharieq dan sanad. Dinamai Tharieq karena dengan melaluinyalah kita sampai kepada maksud. Dan dinamai sanad karena kepadanyalah berpegang para ulama hadis dalam menshahihkan dan mendlaifkan hadis. Maka nyatalah keutamaan isnad. Dengan dialah diketahui maqbul dan mardud, mana yang sah diamalkan adan mana yang tidak sah diamalkan. Isnad merupakan jalan yang kita tempuh untuk menetapkan hukum syariah islam. An Nawawy dalam kitab Tahdzibul Aman mengatakan:”Dengan sabda ini Nabi SAW menerangkan bahwa ilmu hadis ini senangtiasa terpelihara, dipelihara oleh orang-orang yang adil dan pada tiap-tiap masa ada segolongan orang yang adil yang memelihara hadist dan menolak segala perubahan yang disisipkan orang”. 
     


Pengertian Rawi
     Kata “Rawi” atau “Al-Rawi” berarti orang yang meriwayatkan atau memberikan hadis (Naqil Al-Hadis). Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad hadis pada tiap-tiap tabaqohnya juga disebut rawi. Jika yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadis, akan tetapi yang membedakan antara rawi dan sanad adalah terletak pada pembukuan hadis. Orang yang menerima hadis dan kemudian menghimpunnya dalam satu kitab tadwin disebut dengan rawi. Dengan demikian, maka perawi dapat disebut mudawwin (orang yang membukukan dan menghimpun hadis). Rawi pertama adalah para sahabat dan rawi terakhir adalah orang yang membukukannya. Seperti imam bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad dan lain-lain.
    Suatu hadits yang telah sampai kepada kita dalam bentuknya yang sudah terbukukan dalam buku-buku hadits, melalui beberapa rawi dan sanad. Rawi terakhir hadits yang termaksud dalam sahih Bukhari atau dalam sahih Muslim, ialah imam Bukhari atau imam Muslim. Seorang penyusun atau pengarang bila hendak menguatkan suatu hadits yang ditakhrijkan dari suatu kitab hadits pada umumnya membubuhkan nama rawi (terakhirnya) pada akhir mathuI Hadisnya untuk lebih memperjelas rawi mari kita perhatikan hadis ini.
عن ام المؤ منين عا ئشةرضي الله عنها: قال رسؤل الله عليه وسلم من احد ث فى امرناهدا ما ليس منه فهورد (متفق عليه)

Artinya:”Warta dari UmmuI Muminin Aisyah R.A ujurnya: Rasulullah SAW telah bersabda:”Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu yang bukan termaksud dalam urusan (agama)ku, maka ia tertolak”. (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Kalimat: (متفق عليه) Disebut Rowi
         Syarat seorang perawi hadis harus adil, muslim, baligh, berakal, tidak pernah melakukan perbuatan dosa besar, tidak sering melakukan dosa kecil, dan dabit. Dabit dalam arti kuat hafalan serta daya ingatnya dan dapat memelihara kitab hadis dari gurunya sebaik-baiknya sehingga tidak mungkin ada perubahan. Berikut daftar nama sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis yaitu:
Abu Hurairah meriwayatkan 5.374 hadis.
Abdullah bin Uma meriwayatkan 2.630 hadis.
Anas bin Malik meriwayatkan 2.286 hadis.
Aisyah Ummul Mukminin meriwayatkan2.210 hadis.
Abdullah bin Abbas meriwayatkan 1.660 hadis.
Jabir bin Abdullah meriwayatkan 1.540 hadis.
Abu Said Aikhudri meriwayatkan 1.170 hadis.
             Suatu hadis terkadang mempunyai sanad banyak. Dengan kata lain, bahwa hadis tersebut terdapat dalam kitab —kitab hadis yang berbeda rawi (akhirnya). Misalnya ada sebuah hadis disamping terdapat dalam shahih Bukhari, juga terdapat sahih Muslim dan sebagainya. Untuk menghematmencabtumkan nama-nama rawi yang banyak jumlahnya tersebut, penyusun kitab hadis biasanya tidak mencantumkan nama-nama rawi yang banyak jumlahnya tersebut, melainkan hanya merumuskan dengan bilangan yang menunjukkan banyak atau sedikitnya rawi hadis pada akhir hadis. Misalnya rumusan yang diciptakan oleh Ibn Ismail as-Sanani dalam kitab subulus salam
ا خر جه ا لسبعة
Maksudnya: Hadis itu diriwayatkan oleh tujuh orang rawi, yaitu Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, At-Turmudzi, An-Nasai dan Ibnu Majah

ا خر جه ا لستة
Maksudnya: Hadis itu diriwayatkan oleh enam orang rawi, yaitu tujuh orang rawi tersebut diatas selain Ahmad

ا خر جه ا لخمسة 
Maksudnya: Hadis itu diriwayatkan oleh 5 orang rawi selain Bukhari dan Muslim

ا خر جه ا لاربعة واحمد
Maksudnya: Hadis tersebut diriwayatkan oleh para ashabussunah yang empat ditambah Imam Ahmad. 

ا خر جه الاربعة
Maksudnya: Hadis tersebut diriwayatkan oleh para ashabussunah yang empat yaitu Abu Dawud, At-Turmudzi, An-Nasai dan Ibnu Majah 

ا خر جه الثلا ثة
Maksudnya: Hadis itu diriwayatkan oleh tiga rawi yakni Abu Dawud, At-Turmudzi, An-Nasai 

ا خر جه الشيخان
Maksudnya: Hadis itu diriwayatkan oleh dua  rawi yakni Imam Bukhari, Imam Muslim

ا خر جه الجما عة 
Maksudnya: Hadis itu diriwayatkan oleh banyak rawi.


Muktaharrij
       Kata mukharrij isim fail (bentuk pelaku) dari kata takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan; menampakkan, mengeluarkan dan menarik. Maksud mukharij adalah seorang yang menyebutkan suatu hadis dalam kitabnyya dengan sanadnya. Dr. Al-Muhdi menyebutkan:
فالمخر ج هو ذاكر الرواية كا لبخا ري
Mukharrij adalah penyebut periwayatan seperti Al-Bukhori. Misalnya jika suatu hadis muskharrij-nya Al-Bukhari berarti hadis tersebut dituturkan Al-Bukhori dalam kitabnya dengan sanadnya. Oleh karena itu, biasanya pada akhir periwayatan suatu hadis disebutkan  اخرجه البخا ري  Hadis di-takhrij oleh Al-Bukhori dan seterusnya.     
        Kitab-kitab mustakhraj, ialah kitab-kitab yang mengambil hadis dari sebuah kitab ulama hadis, dari kitab al-Bukhari umpamanya lalu menyebut satu persatunya dengan sanadnya sendiri, yakni mencari sanadnya sendiri dari selain jalan al-Bukhari hingga berjumpa dengan al-Bukhari pada guru al-Bukhari atau di atasnya lagi. Kitab yang banyak dibuat kitab mustakharrijnya ialah sahih Bukhari dan sahih Muslim diantara kitab mustakhraj al-Bukhari ialah: Al-Mustakhraj, susunan Abu Nuaim Ahmad ibn Abdillah Al-Ashbahany (430 H), Mustakhrij Al-Ismail (371 H). Mustakhrij Al- Barqany (425 H). Dan diantara mustakhrij Muslim, ialah Mustakhrij Ahmad ibn Hamdan An Naisabury (311 H), Mustakhrij Abu Awanah Al-Isfaraniny (316 H), Mus-takhrij Abin Nashr Ath Thusy (344 H), dan Al- Mustakhrij, susunan Abu Nuiam Al-Asbahany.

BAB III
PENUTUP 
Kesimpulan
    Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan Hadits memiliki beberapa Unsur sebagai berikut diantaranya yaitu, isi atau biasa disebut dengan Matan, Sanad yaitu merupakan sandaran atau proses menuju matan, Musnad merupakan suatu hadis yang sanadnya sampai kepada Nabi sedangkan Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadis. Kemudian, Perawi yaitu merupakan orang-orang yang meriwayatkan hadis tanpa membukukannya sedangkan Muktaharrij adalah orag yang meriwayatkan hadis dan membukukaya. Jadi dapat penulis simpulkan bahwa Muktaharrij sudah tetu seorang rawi sedagkan Rawi belum tentu Muktaharrij. Unsur-unsur hadis merupakan suatu ilmu yang patut kita pelajari agar kita bisa membedakan mana hadis dhoif, shahih atau harfu.
              Demikianlah makalah ini kami tulis agar bermanfaat bagi siapapun yang membacanya semoga makalah ini dapat digunakan sebaiknya. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian atas isi dari makalah ini agar kami bisa menulis dengan lebih baik lagi dimasa yang akan datang, sebab tak ada yang sempurna didunia ini .
Saran 
              Dari runtutan pembahasan mengenai unsur — unsur  hadits ini kami merekomendaikan beberapa saran yaitu: Kepada seluruh kaum muslimin untuk terus mendalami sumber hukum umat islam yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah. Terus belajar tentang segala hal yang berkaitan dengan islam serta mengamalkannya agar agama kita menjadi kokoh dan tidak mudah dipengaruhi oleh aliran yang sesat.







DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy, T.M Hasbi. 1981. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits. Jakarta: Bulan Bintang.
Suparta, Drs Munzier. 2003. Ilmu Hadits. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kusnanto, Drs Najib. 2008. Quran Hadits. Surabaya: lks Hikmah.
Majid Khon, H. Abdul. 2008.  Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.
Ash-Shiddieqy, T.M Hasbi. 1999.  Sejarah & Pengantar Ilmu Hadis. Semarang: PT. Pustaka Rizki putra.
Rohman, Fathur.1974. Ikhtishar Mushthalahul Hadis. Bandung: PT Al-Maarif.